Nyadran merupakan sebuah istilah yang di gunakan orang jawa untuk melakukan sebuah tradisi dimana tradisi ini merupakan sebuah penggabungan antara akulturasi budaya agama islam dan budaya orang jawa, dimana masyarakat setempat melakukan sebuah kegiatan secara bersamaan seperti yang di lakukan oleh padukuhan kalipenten tepatnya pada hari minggu (25/02/2024),warga setempat dengan kompak melakukan gotong royong bersih bersih makam hal ini dilakukan untuk menghormati seluruh leluhur yang telah tiada, dan malamnya tepatnya di malam senin warga berkumpul lagi setelah shalat isyak untuk melanjutkan acara yaitu pembacaan yasin dan tahlilalan.
Seperti yang di sampaikan pak dukuh kalipenten bahwasanya acara nyadran yang di lakukan di padukuhan kalipenten ini adalah hal yang di lakukan satu tahun 1 kali, " nyadran itu di lakukan di setiap bulan ruwah sebelum datangnya bulan ramadhan, tetapi setiap tempat itu harinya tidak sama kalau bulannya semua sama yaiti setiap bulan ruwah", ujarnya .
Kita kelompok 1 dari kkn uin sunan kalijga juga ikut berpartisipasi dan berbaur dengan masyarakat untuk memperingati tradisi nyadran yang di lakukan di padukuhan kalipenten.
*Sedikit sejarah tentang nyadran*
Dikutip dari laman Pemkot Surakarta, tradisi Nyadran telah dilakukan sejak zaman Hindu-Budha sebelum Islam masuk dan berkembang di Indonesia. Pada tahun 1284, terdapat tradisi yang serupa dengan Nyadran yang disebut dengan Sradha. Meskipun sama-sama memberikan sesaji dan penghormatan kepada arwah orang yang telah meninggal, Sradha hanya dilakukan untuk memperingati kepergian Raja.
Seiring perkembangan zaman, tradisi Sradha kemudian diterapkan oleh seluruh kalangan dan mendapat banyak pengaruh dari ajaran Islam. Pujian-pujian yang biasa dilantunkan dalam Sradha pun diganti dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an, zikir, tahlil, dan doa.
Tradisi ini merupakan sebuah kearifan lokal orang jawa di tengah gempuran era yang sudah kebarat-baratan namun tidak dengan padukuhan kalipenten, kelurahan kali Agung kecamatan sentolo kabupaten kulun Progo, mereka tetap mampu melestarikan budaya kearifan lokal dengan konsisten sampai sekarang (Kelompok 1 KKN 113 UIN SUNAN KALIJAGA).