Kearifan lokal merupakan khazanah kearifan dan pengetahuan yang turun-temurun diwariskan dari generasi ke generasi dalam suatu komunitas atau masyarakat tertentu. Hal ini mencakup beragam nilai, norma, tradisi, kepercayaan, bahasa, seni, teknologi, dan praktik-praktik kehidupan sehari-hari yang membentuk identitas budaya suatu kelompok manusia. Kearifan lokal ini secara unik terbentuk dan berkembang sesuai dengan lingkungan fisik, sosial, sejarah, dan nilai-nilai yang ada di masyarakat tersebut.
Sangat penting bagi kita untuk menyadari bahwa kearifan lokal bukanlah sesuatu yang tertutup atau kaku, melainkan suatu entitas yang hidup, adaptif, dan relevan dengan kehidupan saat ini. Kearifan lokal dapat berperan sebagai sumber inspirasi dan solusi bagi berbagai tantangan yang kita hadapi dalam era globalisasi ini, termasuk isu-isu lingkungan, krisis sosial, dan pemanfaatan teknologi dengan bijak.
Suku Jawa, sebagai salah satu kelompok etnis yang mendiami pulau Jawa, Indonesia, memiliki warisan kebudayaan yang sangat kaya dan mendalam. Sejak zaman dahulu, masyarakat Jawa telah mengembangkan dan menghidupkan berbagai nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi landasan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Kearifan lokal suku Jawa meliputi aspek-aspek budaya, agama, filosofi hidup, dan interaksi sosial yang bersifat unik, berwawasan luas, serta mendalam.
Salah satu tradisi yang masih dilakukan dari generasi ke generasi salah satunya adalah Merti Padukuhan di Dusun Kemiri, Kulon Progo. Merti Padukuhan memiliki makna mendalam yang melibatkan seluruh anggota masyarakat padukuhan. "Merti" sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti menghormati atau menghargai. Tradisi ini mencerminkan sikap rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan berkah-Nya yang diberikan kepada warga padukuhan.
Sebelum pelaksanaan Merti Padukuhan, masyarakat bersama-sama mempersiapkan segala sesuatu dengan penuh semangat dan gotong-royong. Mereka membersihkan lingkungan padukuhan, seperti jalan-jalan yang akan dilalui saat kirab berlangsung. Selain itu, masyarakat Kemiri juga menghias gunungan yang akan diarak saat kirab.
Merti Padukuhan biasanya dilaksanakan pada hari yang baik menurut kalender Jawa atau untuk merayakan peristiwa penting, seperti ulang tahun padukuhan atau peristiwa penting lainnya. Acara ini dihadiri oleh seluruh warga padukuhan, termasuk tokoh masyarakat, pemuka agama, dan tamu undangan dari luar padukuhan.
Prosesi diawali dengan kirab, yaitu mengarak gunungan mengelilingi Dusun Kemiri sebagai bentuk pembagian berkah dan semangat kebersamaan. Merti Padukuhan di Dusun Kemiri dilakukan dengan mengarak gunungan berisi hasil panen, snack, balon, dan lainnya. Kesenian jathilan juga turut memeriahkan kirab desa.
Merti Padukuhan tidak hanya sekadar upacara adat, tetapi juga sebagai momen untuk mempererat kebersamaan dan kekeluargaan di antara masyarakat padukuhan. Semangat gotong-royong sangat kental dalam tradisi ini, dimana semua anggota masyarakat terlibat aktif dalam persiapan dan pelaksanaan acara. Tradisi ini juga menjadi wadah untuk menyampaikan pesan-pesan moral, etika, dan norma-norma sosial yang harus dijunjung tinggi sebagai anggota masyarakat yang baik.
Dalam era modernisasi, tradisi Merti Padukuhan menghadapi tantangan untuk tetap lestari. Namun, upaya pelestarian terus dilakukan oleh para pemangku adat, tokoh masyarakat, dan generasi muda yang sadar akan pentingnya menjaga identitas budaya dan kearifan lokal.
Merti Padukuhan adalah sebuah persembahan syukur dan penghormatan kepada Tuhan serta sebuah bentuk cinta kasih dan persaudaraan antar sesama manusia. Semangat tradisi ini membawa kehangatan dan kedamaian di tengah kehidupan yang semakin serba cepat dan kompleks. Sebagai salah satu aset budaya Indonesia, Merti Padukuhan patut dilestarikan dan diwariskan kepada generasi-generasi mendatang sebagai simbol kearifan lokal dan semangat kebersamaan yang luhur.